BAB I
PENDAHULUAN
1. LATAR
BELAKANG
Para remaja pada saat ini yang
sangat diharapkan dapat menjadi calon pemegang tongkat estafet penerus
pembangunan bangsa, namun pada kenyataanya banyak dikalangan remaja yang rusak.
Ini tidak lain disebabkan karena moral yang dimiliki sangat rendah. Moral juga
berperan penting dalam pembentukan karakter.
2. RUMUSAN
MASALAH
Kita semua tahu bahwa para remaja
kita sedang dilanda krisis moral, yakni minimnya moral yang dimiliki oleh para
remaja pada umumnya. Disini akan dibahas pengertian dari moral itu sendiri,
perkembangannya dan faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan moral.
Selain itu kami juga menambahkan pengertian spiritual agama serta perkembangan
dan faktor yang mempengaruhinya
Harapannya adalah para pembaca nanti
akan mengetahui pengertian moral, bagaimana perkembangannya dan faktor apa saja
yang mempengaruhi sehingga dapat meningkatkan perkembangan moral dikalangan
remaja khususnya.
3. TUJUAN
Setelah mempelajari perkembangan
moral-spiritual, mahasiswa mampu:
1. menjelaskan pengertian moral;
2. mendeskripsikan faktor perkembangan
moral;
3. menjelaskan proses perkembangan
moral;
4. menjelaskan pengertian perkembangan
spiritual-agama;
5. mendeskripsikan faktor perkembangan
spritual-agama
BAB II
PEMBAHASAN
Antara pengetahuan dan
tindakan ternyata tidak selalu terjadi korelasi positif yang tinggi. Proses
pertumbuhan dan kelanjutan pengetahuan menuju bentuk sikap dan, tingkah laku
adalah proses kejiwaan yang musykil. Seorang individu yang pada waktu tertentu
melakukan perbuatan tercela ternyata melakukannya tidak selalu karena ia tidak
mengetahui bahwa perbuatan itu tercela, atau tidak sesuai dengan norma-norma
masyarakat.
Pengertian nilai, moral
dan sikap serta pengaruhnya terhadap tingkah laku
Nilai adalah
norma-norma yang berlaku dalam masyarakat, seperti adat, kebiasaan dan sopan
santun. Nilai pancasila adalah nilai-nilai hidup yang menjadi pegangan
seseorang dal kedudukannya sebagai warga negara Indonesia dalam hubungan
hidupnya dengan negara serta dengan sesama warga negara.
Moral adalah ajaran tentang baik
buruk perbuatan dan kelakuan, akhlak, kewajiban, dan sebagainya. Dalam moral
diatur segala perbuatan yang dinilai baik, perlu dilakukan,dan suatu perbuatan
yang dinilai tidak baik dan perlu dihindari. Moral berkaitan dengan kemampuan
untuk membedakan antara perbuatan yang benar dan yang salah. Dengan demikian,
moral merupakan kendali dalam bertingkah
laku.
Menurut Gerung, sikap secara umum
diartikan sebagai kesediaan bereaksi individu terhadap sesuatu hal. Sikap
berkaitan dengan motif dan mendasari tingkah laku seseorang dapat diramalkan
tingkah laku apa yang dapat terjadi dan yang akan di perbuat jika telah
diketahui sikapnya. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas, akan
tetapi berupa kecenderungan (pedisposisi) tingkah laku. Jadi sikap merupakan
kesiapan untuk bereaksi terhadap objek dilingkungan tertentu sebagai suatu
penghayatan terhadap objek tersebut.
Dengan
demikian, keterkaitan antara moral, sikap dan tingkah laku akan tampak dalam
pengamalan nilai-nilai. Dengan kata lain nilai-nilai perlu dikenal terlebih
dahulu, kemudian dihayati dan didorong oleh moral, baru akan terbentuk sikap
tertentu terhadap nilai-nilai tersebut dan pada akhirnya terwujud tingkah laku
sesuai dengan nilai-nilai yang dimaksud.
Faktor faktor yang
mempengaruhi perkembangan nilai, moral dan sikap
Para ahli psikoanalisis memandang
perkembangan moral sebagai proses internalisasi norma-norma masyarakat dan
dipandang sebagai kematangan dari sudut organik biologis. menurut psikoanalisis
nilai dan moral menyatu dalam superego. Superego dibentuk melalui jalan
internalisasi larangan-larangan atau perintah-perintah dari luar (khususnya
orang tua) sedemikian rupa sehingga akhirnya terpencar dari dalam diri sendiri.
Beberapa sikap orangtua yang perlu diperhatikan sehubungan dengan perkembangan
moral anak, di antaranya sebagai berikut.
a.
Konsisten dalam mendidik anak dilarang
Ayah dan ibu harus memiliki sikap dan
perlakuan yang sama dan melarang atau membolehkan tingkah laku tertentu kepada
anak. Suatu tingkah laku anak yang dilarang oleh orangtua pada suatu waktu,
harus juga dilarang apabila dilakukan kembali pada waktu lain.
b. Sikap
orangtua dalam keluarga
Secara tidak langsung, sikap orangtua
terhadap anak, sikap ayah terhadap ibu, atau sebaliknya, dapat mempengaruhi
perkembangan moral anak, yaitu melalui proses peniruan (imitasi). Sikap
orangtua yang keras (otoriter) cenderung melahirkan sikap disiplin semu pada
anak, sedangkan sikap yang acuh tak acuh, atau sikap masa bodoh, cenderung
mengembangkan sikap kurang bertanggung jawab dan kurang mempedulikan norma pada
diri anak. Sikap yang sebaiknya dimiliki oleh orangtua adalah sikap kasih
sayang, keterbukaan, musyawarah (dialogis), dan konsisten.
c. Penghayatan dan pengamalan agama yang dianut
Orangtua merupakan panutan (teladan)
bagi anak, termasuk di sini panutan dalam mengamalkan ajaran agama. Orangtua
yang menciptakan iklim religius (agamis), dengan cara membersihkan ajaran atau
bimbingan tentang nilai-nilai agama kepada anak, maka anak akan mengalami
perkembangan moral yang baik.
d. Sikap konsisten orangtua dalam menerapkan
norma
Orangtua yang tidak menghendaki anaknya
berbohong, atau berlaku tidak jujur, maka mereka harus menjauhkan dirinya dari
perilaku berbohong atau tidak jujur. Apabila orangtua mengajarkan kepada anak,
agar berperilaku jujur, bertutur kata yang sopan, bertanggungjawab atau taat
beragama, tetapi orangtua sendiri menampilkan perilaku yang sebaliknya, maka
anak akan mengalami konflik pada dirinya, dan akan menggunakan ketidak
konsistenan (ketidakajegan) orangtua itu sebagai alasan untuk tidak melakukan
apa yang diinginkan oleh orangtuanya, bahkan mungkin dia akan berparilaku
seperti orangtuanya.
Karena itu, orang-orang yang tak mempunyai
hubungan yang harmonis dengan orang taunya dimasa kecil, kemungkinan besar
tidak mampu mengembangkan superego yang cukup kuat, sehingga mereka bisa
menjadi orang yang sering melanggar norma masyarakat. Teori-teori lain yang
non-psikoanalisis beranggapan bahwa hubungan anak-orang tua bukan satu-satunya
sarana pembentuk moral. Para soiolog beranggapan bahwa masyarakat sendiri
mempunyai peran penting dalam pembentukan moral. Tingkah laku yang terkendali
disebabkan oleh adanya kontrol dari masyarakat itu sendiri yang mempunyai sanksi-sanksi
tersendiri buat para pelanggar-pelanggarnya.
Didalam
usaha membentuk tingkah laku sebagai pencerminan nilai-nilai hidup tertentu
ternyata faktor lingkungan memegang pean penting. Diantara segala unsur
lingkungan sosial yang berpengaruh, yang tampaknya sangat penting adalah unsur
lingkungan berbentuk manusia yng langsung dikenal atau dihadapi oleh seseorang
sebagai perwujudan dari nila-nilai tertentu. Dalam hal ini lingkungan sosial
berfundsi sebagai pendidik dan pembina. Makin jelas sikap dan sifat lingkungan
terhadap nilai hidup tertentu dan moral makin kuat pula pengaruhnya untuk
membentuk atau meniadakan tingkah laku yang sesuai.
Teori
perkembangan moral yang dikemukakan oleh kohlberg menujkan bahwa sikap moral
bukan hasil sosialisasi atau pelajaran yang diperoleh dari kebiasaan dan
hal-hal lain yang berhubungan dengan nilai kebudayaan. Perkebangan moral
terjadi aktifitas sepontan pada anak-anak. Anak memang berkembang melalui
interaksi sosial, tetapi interaksi ini mempunyai corak yang khusus dimana
faktor pribadi, faktor sianak dalam membentuk aktifitas-aktifitas ikut
berperan. Dalam perkembangan moral kohlberg menyatakan ada tahap-tahap yang
berlangsung sama pada setiap kebudayaan. Semua itu berlaku pada proses
penalaran yang mendasarinya. Moral yang sifatnya penalaran menurut kohlberg,
perkembnganya dipengaruhi oleh perkembangan nalar sebagaimana dikemukakan oleh
Piaget yakni makin tinggi tingkat penalaran seseorang, makin tinggi pula moral
seseorang.
Proses perkembangan
moral
Perkembangan
moral anak dapat berlangsung melalui beberapa cara, sebagai berikut:
1. Pendidikan
langsung,
yaitu melalui penanaman pengertian tentang tingkah
laku yang benar dan salah, atau baik dan buruk oleh orangtua, guru atau orang
dewasa lainnya. Di samping itu, yang
paling penting dalam pendidikan moral ini, adalah keteladanan dari orangtua,
guru atau orang dewasa lainnya dalam melakukan nilai-nilai moral
2. Identifikasi, yaitu
dengan cara mengidentifikasi atau meniru penampilan atau tingkah laku moral
seseorang yang menjadi idolanya (seperti orangtua, guru, kyai, artis atau orang
dewasa lainnya)
3. Proses
coba-coba (trial & error),
yaitu dengan cara mengembangkan tingkah laku moral
secara coba-coba. Tingkah laku yang
mendatangkan pujian atau penghargaan akan terus dikembangkan, sementara tingkah
laku yang mendatangkan hukuman atau celaan akan dihentikannya.
Dari
hasil penyelidikan kohlberg mengemukakan 6 tahap (stadium) perkembangan moral
yang berlaku secara universal dan dalam urutan tertentu. Ada 3 tingkat
perkembangan moral menurut kohlberg, yaitu tingkat :
I Prakonvensional
II Konvensional
III Pasca-konvensional
Masing-masing tingkat terdiri dari 2
tahap, sehingga keseluruhan ada 6 tahapan yang berkembang secara bertingkat
dengan urutan yang tetap. Tidak setiap orang dapat mencapai tahap terakhir
perkembangan moral. Dalam stadium nol, anak menganggap baik apa yang sesuai
dengan permintaan dan keinginannya. Hingga sesudah stadium ini datanglah:
Tingkat
I; prakonvensional, yang terdiri dari stadiun 1 dan 2
Pada stadium 1, anak berorientasi
kepada kepatuhan dan hukuman. Anak menganggap baik atau buruk atas dasar akibat
yang ditimbulkannya. Anak hanya mengetahui bahwa aturan-aturan ditentukan oleh
adanya kekuasaan yang tidak bisa diganggu gugat. Ia harus menurut atau kalau
tidak, akan memperoleh hukuman.
Pada stadium 2, berlaku prinsip
Relaivistik-Hedonism. Pada tahap ini,
anak tidak lagi secara mutlak tergantung kepada aturan yang ada di luar
dirinya, atau ditentukan oleh orang lain, tetapi mereka sadar bahwa setiap
kejadian mempunyai berbagai segi. Jadi, ada Relativisme. Relativisme ini
artinya bergantung pada kebutuhan dan kesanggupan sesorang. Misalnya mencuri
kambing karena kelaparan. Karena perbuatan “mencuri” untuk memenuhi
kebutuhanya, maka mencuri dianggap sebagai perbuatan yang bermoral, meskipun
perbuatan mencuri itu diketahui sebagai perbuatan yang salah karena ada
akibatnya, yaitu hukuman.
Tingkat
II : konvensional
Stadium 3, menyngkut orientasi
mengenai anak yang baik. Pada stadium ini, anak mulai memasuki umur belasan
tahun, dimana anak memperlihatkan orientasi perbuatan-perbuatan yang dapat
dinilai baik oleh orag lain, masyarakat adalah sumber yang menentukan, apakah
perbuatan sesorang baik atau tidak. Menjadi “anak yang manis” masih sangat penting
daam stadium ini.
Stadium 4, yaitu tahap
mempertahankan norma-norma sosial dari otoritas. Pada stdium ini perbuatan baik
yang diperlihatkan seseorang bukan hanya agar dapat diterima oleh lingkungan
masyarakatnya, melainkan bertujuan agar dapat ikut mempertahankan aturan-aturan
atau norma-norma soisal. Jadi perbuatan baik merupakan kewajiban untuk ikut
melaksanakan aturan-aturan yang ada, agar tidak timbul kekacauan.
Tingkat
III: Pasca-Konvensional
Stadium 5, merupakan tahap orientasi
terhadap perjanjian antara dirinya dengan lingkungan sosial, pada stadium ini
ada hubungan timbal balik antara dirinya dengan lingkungan sosial, dengan
masyarakat. Seseorang harus memperlihatkan kewajibannya, harus sesuai dengan
tuntutan norma-norma sosial kerena sebaiknya, lingkungan sosial atau masyarakat
akan memberikan perlindungan kepadanya.
Stadium 6, tahap ini
disebutbprinsisp universal. Pada tahap ini ada norma etik disamping norma
pribadi dan subjektif. Dalam hubungan dan perjanjian antara seseorang ada unsur
subjektif ynag menilai apakah suatu perbuatan itu baik atau tidak. Dalam hal
ini, unsur etika akan menentukan apa yang boleh dan baik dilakukan atau
sebaliknya. Menurut Furter (1965), menjadi remaja berarti mengerti nila-nilai.
Mengerti nilai-nilai ini tidak berarti hanya memperoleh pengertian saja
melainkan juga dapat menjelaskanya/mengamalkannya. Hal ini selanjutnya berarti
bahwa remaja sudah dapat menginternalisasikan penilaian-penilaian moral,
menjadikanya sebagai nilai-nilai pribadi. Untuk selanjutnya penginternalisasian
nilai-nilai ini akan tercemin dalam sikap dan tingkah lakunya.
Pengertian perkembangan spiritual agama
Spiritualitas
adalah hubungannya dengan Yang Maha Kuasa dan Maha pencipta, tergantung dengan
kepercayaan yang dianut oleh individu.
Menurut
Burkhardt (1993) spiritualitas meliputi aspek-aspek :
1) Berhubungan dengan sesuatau yang tidak
diketahui atau ketidak pastian dalam kehidupan,
2) Menemukan arti dan tujuan hidup,
3) Menyadari kemampuan untuk menggunakan
sumber dan kekuatan dalam diri sendiri,
4) Mempunyai perasaan keterikatan dengan
diri sendiri dan dengan yang maha tinggi.
Mempunyai
kepercayaan atau keyakinan berarti mempercayai atau mempunyai komitmen terhadap
sesuatu atau seseorang. Konsep kepercayaan mempunyai dua pengertian. Pertama
kepercayaan didefinisikan sebagai kultur atau budaya dan lembaga keagamaan
seperti Islam, Kristen, Budha, dan lain-lain. Kedua, kepercayaan didefinisikan
sebagai sesuatu yang berhubungan dengan Ketuhanan, Kekuatan tertinggi, orang yang
mempunyai wewenang atau kuasaa, sesuatu perasaan yang memberikan alasan tentang
keyakinan (belief) dan keyakinan sepenuhnya (action), harapan (hope), harapan
merupakan suatu konsep multidimensi, suatu kelanjutan yang sifatnya berupa
kebaikan, dan perkembangan, dan bisa mengurangi sesuatu yang kurang
menyenangkan. Harapan juga merupakan energi yang bisa memberikan motivasi
kepada individu untuk mencapai suatu prestasi dan berorientasi kedepan. Agama
adalah sebagai sistem organisasi kepercayaan dan peribadatan dimana seseorang
bisa mengungkapkan dengan jelas secara lahiriah mengenai spiritualitasnya.
Agama adalah suatu sistem ibadah yang terorganisir atu teratur.
Definisi
spiritual setiap individu dipengaruhi oleh budaya, perkembangan, pengalaman
hidup, kepercayaan dan ide-ide tentang kehidupan. Spiritualitas juga memberikan
suatu perasaan yang berhubungan dengan intrapersonal (hubungan antara diri
sendiri), interpersonal (hubungan antara orang lain dengan lingkungan) dan
transpersonal (hubungan yang tidak dapat dilihat yaitu suatu hubungan dengan
ketuhanan yang merupakan kekuatan tertinggi). Adapun unsur-unsur spiritualitas
meliputi kesehatan spiritual, kebutuhan spiritual, dan kesadaran spiritual.
Dimensi spiritual merupakan suatu penggabungan yang menjadi satu kesatuan
antara unsur psikologikal, fisiologikal, atau fisik, sosiologikal dan
spiritual.
Kata
spiritual sering digunakan dalam percakapan sehari-hari. Untuk memahami
pengertian spiritual dapat dilihat dari berbagai sumber. Menurut Oxford English
Dictionary, untuk memahami makna kata spiritual dapat diketahui dari arti
kata-kata berikut ini : persembahan, dimensi supranatural, berbeda dengan
dimensi fisik, perasaan atu pernyataan jiwa, kekudusan, sesuatu yang suci,
pemikiran yang intelektual dan berkualitas, adanya perkembanga pemikiran
danperasaan, adanya perasaan humor, ada perubahan hidup, dan berhubngan dengan
organisasi keagamaan. Sedangkan berdasarkan etimologinya, spiritual berarti
sesuatu yang mendasar, penting, dan mampu menggerakkan serta memimpin cara
berpikir dan bertingkah laku seseorang.
Salah satu kelebihan
manusia sebagai makhluk Allah SWT, adalah dia dianugerahi fitrah (perasaan dan
kemampuan) untuk mengenal Allah dan melakukan ajaran-Nya. Dengan kata lain,
manusia dikaruniai insting religius (naluri beragama). Karena memiliki fitrah
ini, kemudian manusia dijuluki sebagai “Homo Devinans”, dan “Homo
Religious”, yaitu makhluk yang bertuhan atau beragama.
Faktor-faktor
yang mempengaruhi perkembangan spiritual-agama
1.
Pembawaan
Yang dimaksud pembawaan
disini adalah karakteristik dari orang itu sendiri, dasr pemikiran dari
individu barsarkan kepercayaan dan budaya dimilikinya.
2.
Lingkungan keluarga
Keluarga sangat
menentukan perkembangan spiritual anak karena orang tua lah yang berperan
sebagai pendidik atau penentu keyakinan yang mendasari sianak.
3.
Lingkungan sekolah
Pendidkan keagamaan
yang diterapkan disekolah dapat mempengaruhi perkembangan spiritual anak,
karena dengan adanya pendidikan anak akan mulai berpikir secara logika dan
menentukan apa yang baik dan tidak bagi dirinya dan kelak akan menjadi karakter
anak tersebut.
4.
Lingkungan masyarakat
Kebaradan budaya
yang ada yang ada dimasyarakat akan mempengaruhi perkembangan anak. Apakah
perkembangannya menuju arah yang baik (positif) dan yang (negatif) itu semua
tergantung pada bagaimana cara anak berinteraksi dengan masyarakat.
BAB III
PENUTUP
KESIMPULAN
Menjadi remaja berarti
mengerti nilai-nilai, yang berarti tidak hanya memperoleh pengertian saja
tetapi juga dapat menjalankannya atau mengamalkannya.perbedaan individu dalam
perkembangan nilai, moral dan sikap,sesuai dengan umur, faktor kebudayaan, dan
tingkat pemahamannya. Upaya-upaya yang dapat dilakukan dalam rangka
pengembangan nilai, moral dan sikap remaja adalah menciptakan komunikasi,
disamping memberi informasi remaja harus
diberi kesempatan untuk berpartisipasi untuk aspek moral, serta menciptakan
sistem lingkungan yang serasi dan kondusif.
DAFTAR PUSTAKA
Agung,
Hartono dan Sunarto. 2008.
Perkembangan Peserta Didik. Jakarta: Rineka Cipta.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar